Monday 16 April 2012

JENDERAL SOEDIRMAN (1916 - 1950)


JENDERAL SOEDIRMAN
(1916 - 1950)

A.     http://images.catatansudiroy.multiply.com/image/w20S9jF4EESuGw4lRcjhTA/photos/1M/300x300/12/Jenderal-Sudirman.jpg?et=HgwAyJTlCS20r07dw%2BSH5Q&nmid=0Riwayat Hidup

1.      Nama                    :           Soedirman
2.      Tempat/ Tgl. Lahir  :           Rembang,
Kec. Bodas Karang Jati Purbalingga- Jawa Tengah,  24 Januari ‘16
3.      Pangkat                 :           Jenderal TNI
4.      Orang Tua             :           Kartawiradji
5.      Isteri                      :           Alfiah
6.      Anak                     :           7 orang
7.      Pendidikan             :           a. HIS
b. MULO tahun 1935
8. Tempat/ Tgl. Wafat  :           Magelang, dimakamkan di TMP Yogyakarta 29 Januari 1950



B.     Riwayat Perjuangan

1.      Sejak masih bayi Soedirman diasuh oleh Bapak Tjokrosoenarjo Asisten Wedana Bodas Karangjati Purbalingga suami kakak ibu kandungnya.
Setelah menyelesaikan pendidikannya di HIS, ia meneruskan ke MULO “Wiworo Tomo” dan tamat pada tahun 1935. Di perguruan swasta inilah ia memperoleh pelajaran tentang nasionalisme.
 Disamping itu dia juga aktif di dalam organisasi kepanduan (pramuka) Hizbul Wathan, yang diasuh oleh Muhammadiyah.

2.      Setelah selesai pendidikan MULO, ia bekerja sebagai guru HIS Muhammadiyah di Cilacap dan sekaligus menjadi anggota organisasi tersebut dan tidak lama kemudian,diangkat sebagai kepala sekolah. Perhatiannya terhadap masalah-masalah sosial berkembang selama masa kependudukan Jepang. Dengan beberapa teman ia mendirikan koperasi yang langsung dipimpinnya. Karena perhatiannnya yang besar terhadap masalah-masalah sosial, ia diangkat menjadi anggota Syu Sangikai (semacam Dewan Perwakilan Rakyat) daerah Banyumas. Kemudian tugasnya bertambah dengan diangkatnya sebagai anggota Jawa Hokokai.

3.      Bulan Oktober 1943, Jepang membentuk tentara Pembela Tanah Air (PETA) Soedirman ikut latihan di Bogor dan setelah tamat diangkat menjadi Daidanco (Komandan Batalyon) di Kroya.

4.      Bulan Juli, 1945, Soedirman dengan beberapa orang perwira PETA, diperintahkan ke Bogor untuk mengikuti latihan militer yang intensif. Tetapi dibalik itu terkandung maksud Jepang untuk melenyapkan perwira-perwira PETA yang berbahaya. Namun demikian Soedirman luput dari maut karena pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada sekutu.

5.      Sehari setelah proklamasi, tanggal 18 Agustus 1945 Jepang membubarkan Peta dan melucuti senjata. Soedirman pulang ke Banyumas dan mengumpulkan bekas anak buahnya serta membentuk BKR daerah Banyumas setelah badan itu secara resmi dibentuk oleh pemerintah tanggal 23 Agustus 1945. Dengan kekuatan ini ia berusaha merebut senjata dari pasukan Jepang. Dalam hal ini ia dibantu oleh Presiden Banyumas Mr. Iskak Tjokrohadisurjo. Hal ini membuahkan hasil dimana Soedirman memperoleh senjata cukup banyak.

6.      Pada tanggal 5 Oktober 1945 pemerintah mengumumkan pembentukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR). BKR yang sudah ada meleburkan diri dalam TKR. Soedirman dipilih menjadi komandan resimen dan kemudian diangkat sebagai komandan Devisi V dengan pangkat Kolonel.

7.      Bulan November 1945 di Yogyakarta dilangsungkan rapat Komandan TKR. Soedirman terpilih untuk menduduki  jabatan tersebut tetapi pemilihan ini tidak segera mendapat persetujuan dari Pemerintah RI.

8.      Pada tanggal 12 Desember 1945, Soedirman memimpin pertempuran melawan pasukan sekutu di Ambarawa sampai dengan tanggal 15 Desember 1945. Akhirnya pasukan sekutu dapat dikalahkan dan mundur dari Ambarawa ke Semarang. Hal ini berkat strategi perang Soedirman yang dikenal dengan nama “Supit Udang”. Dengan prestasi inilah maka pada tanggal 18 Desember 1945 pemerintah melantik Soedirman menjadi panglima besar TKR dengan pangkat jenderal.

9.      Tanggal 1 Januari 1946 nama TKR diganti menjadi Tentara Keselamatan Rakyat dan tanggal 24 Januari berganti lagi menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI). Setelah mengalami berbagai rintangan pada bulan Mei 1947 akhirnya pemerintah mengumumkan tentang pembentukan Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang merupakan gabungan TRI dan laskar-laskar.

10.  Tanggal 17 Januari 1948 “Perjanjian Renville” ditandatangani dan sebagai akibatnya sebagian anggota angkatan perang ditarik dari basis pertahanan mereka ke daerah yang masih dikuasai RI. Soedirman merasa kecewa atas “Perjanjian Renville” tersebut. Golongan kiri (komunis)berusaha menjatuhkannya dan sekaligus berusaha menempatkan angkatan perang di bawah kekuasaan golongan kiri. Usaha ini dilaksanakan melalui reorganisasi dan rasionalisasi angkatan perang. Tetapi perkembangan politik akhirnya menyelamatkan soal yang gawat tersebut.

11.  Pada tanggal 19 Desember 1948, Belanda melancarkan agresi ke II dengan menerjunkan pasukan di Maguwo, Yogyakarta. Meskipun dalam keadaan sakit Soedirman terpaksa menyingkir ke pedalaman untuk memimpin perang gerilya, melawan Belanda. Pada tanggal 10 Juli 1949 setelah memimpin gerilya selama kurang lebih 7 bulan, Soedirman kembali ke Yogyakarta. Karena kondisi kesehatannya, Soedirman beristirahat di Magelang namun tidak berangsur baik. Pada tanggal 29 Januari 1950, panglima besar angkatan perang RI meninggal dunia dalam usia 34 tahun, dan jenazahnya dimakamkan di TMP Kusuma Negara, Yogyakarta.

12.  Berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No. 015 Tahun 1970, Soedirman dianugerahi gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional.

13.  Pada tahun 1997, dia mendapat gelar sebagai Jenderal Besar Anumerta dengan bintang lima, pangkat yang hanya dimiliki oleh beberapa jenderal RI sampai sekarang.

14.  Tadi sudah kami katakan, bahwa seluruh dunia kagum dan tercengang atas kekuatan gerilya Tentara dan Rakyat Indonesia. Dan rupanya dunia itu khawatir kalau-kalau seluruh kepulauan Indonesia yang permai akan hancur menjadi debu karena hantamannya gerilya, yang telah bersumpah: "lebih baik hancur bersama-sama debunya kemerdekaan daripada hidup subur dalam alam penjajahan."(Jenderal Sudirman)